Rabu, 09 Januari 2008

Puisi-puisi Toeti Heraty


Toeti Heraty: Perempuan Penyair Itu

Pengantar

Meskipun saat ini telah banyak bermunculan perempuan-perempuan penyair dalam lapangan kesusastraan kita, akan tetapi sangatlah sulit bagi saya untuk tidak menyebutkankan nama Toeti Heraty, seorang penyair perempuan kelahiran Bandung, 27 November 1933, tiap kali ada yang bertanya pada saya siapa perempuan penyair yang paling saya sukai. Bahkan tatkala ada seorang kawan bertanya pada saya siapa saja penyair Indonesia yang saya sukai karyanya, saya masih saja tak mampu menahan mulut dan lidah saya untuk menyebutkan nama Toeti Heraty.

Saban berjumpa dengan sajak-sajak Toeti Heraty saya seakan sedang berhadapan dengan seorang perempuan sederhana yang sekaligus misterius dan kompleks, yang begitu menyebalkan sekaligus menarik, yang jujur sekaligus tegas, dengan cara bercakap yang cerdas tapi tetap menyembulkan kecantikan. Pendeknya sajak-sajak Toeti Heraty adalah sajak-sajak yang khas. Dalam artian, sajak-sajaknya adalah sajak-sajak yang mampu berdiri di luar arus, yang senantiasa berhasil menjadi dirinya sendiri. Maka tak salah kiranya andaikata Prof. Dr. Budi Darma dalam pengantarnya untuk buku kumpulan sajak Toeti Heraty Notslagi = Transendensi (1995) sampai berakata: “Sebagai penyair dia merupakan sosok tersendiri.”
Dalam memberikan pujian terhadap Toeti Heraty dan sajak-sajaknya, Prof Dr. Budi Darma tidaklah sendiri. Sebutlah nama-nama besar semacam Subagio Sastrowardoyo, Harry Aveling, ataupun A. Teeuw adalah nama-nama besar dalam lapangan kritik sastra Indonesia yang juga pernah memuji Toety Heraty dan sajak-sajak ciptaannya setinggi langit.
Atas pertimbangan inilah, meski belum mendapatkan ijin penyairnya (untuk ini saya mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya pada Ibu Toeti Heraty sebab telah menayangkan sajak-sajaknya tanpa meminta ijin terlebih dulu), kiranya, ada baik buat saya untuk menayangkan beberapa sajak Toeti Heraty yang terkumpul dalam bukunya Nostalgi = Transendensi (Grasindo, 1995) dalam blog saya ini. Dengan harapan penayangan sajak-sajak tersebut dapat semakin menyadarkan kita akan tradisi puisi yang telah kita miliki sekalian dapat menjadi pemacu perkembangan dunia perpuisian Indonesia saat ini ataupun kelak di kemudian hari.
Selamat menikmati. Semoga bermanfaat.

Sajak-sajak Toeti Heraty

NOSTALGI = TRANSENDENSI

Nostalgi sama dengan transendensi
betul, ini permainan kata
lagi-lagi kata asing
tapi apa sih yang tidak asing
tapi itu hanya ilusi
kembali pada nostalgi
berarti kehilangan
yang dulu-dulu dibayangkan
hanya tidak mencekam lagi, karena
lembut dengan ironi

saat kini yang berkilas balik
siapa tahu nanti …
kini — dulu — nanti, teratasi
bukankah itu transendensi?

POST SCRIPTUM

Ingin aku tulis
sajak porno sehingga
kata mentah tidak diubah
jadi indah, pokoknya
tidak perlu kiasan lagi
misalnya payudara jadi bukit,
tubuh wanita = alam hangat
senggama = pelukan yang paling akrab

yang sudah jelas
tulis sajak itu
antara menyingkap dan sembunyi
antara munafik dan jatidiri.

CINTAKU TIGA

cintaku tiga, secara kanak-kanak
menghitung jari
kusebut satu per satu kini
yang pertama serius dan dalam hatinya
tidak terduga
bertahun-tahun ku jadi idaman
mesraku membuat pandangannya sayu mungkin
ia merasa iba padaku
ingin aku membenam diri, melebur
dalam mesra rayu, iba dan sayu
pandangnya yang begitu sepi, tapi
ia paling mudah untuk dikelabui—

yang lain, berfilsafat ringan dan kesabaran
tak pernah kulepas ia dari pandangan
petuah orang, — lidah tak bertulan —
tak kupedulikan karena ia
kata-katanya tepat untuk setiap peristiwa
sesudah akhirnya mengecap bibirnya
ia tinggalkan aku dan sesudah itu?
ah, biasa saja, tak ada sesuatu terjadi
memang ia tidak begitu peduli —

pelu pula kusebut yang ketiga, bukannya
lebih baik dirahasiakan saja, karena
ia datang hanya malam hari, engsel pintu pun
telah diminyaki
suaranya tegang, berat, menghe;a
ke sorga tirai-ranjang
pandang pesona tajam memaksa, akhirnya
menghitung hari setiap bulan

meskipun itu urusan nanti
ketiga cinta yang aku miliki
kapan kujumpai pada satu orang?

ELEGI II

1

dengan Sryani, dari A sampai Z
Asrul dan Zaini, 1967

kau gelisah sayang —, katakan itu cinta
tampaknya malam akan menyingkirkan awan
tetapi pucuk-pucuk mendung
memercikkan getar

pohon tegak-tegak
rumput semak dan riuh kota telah lelap
bersembunyi dalam satu nada sunyi
menunggu adalah pembunuan lambat
yang sedang berlalu
dan semangat hidup hilang melewati
lobang-lobang dalam kelam

kau gelisah sayang —, katakan itu cinta
kau membuang muka tak mau melihat
bulan dilingkari sepi

sepi dan detak jantung dua-duanya menjadi
degup lambat dan semakin berat
menunggu taufan selesai.

2

katakan itu cinta
yang kehilangan mimpi dan sisa-sisa
diulur dari hari ke hari
dalam satu dunia
kelabu —, katakan itu cinta
yang kehilangan mimpi, tapi
apa yang hendak dikata bila
tiba-tiba perahu berderet menyisih
bergulung layar
dan mimpi dibawa gelombang kembali
terdampar

bukankah kita undur setapak karenanya
dan kelip-kelip pelita malam adalah mata
berkedip bertahan
mengimgkari kekalahan

3

karena kupu-kupu yang hinggap —
kelepar kuning membuat semakin pekat
sejuk hijau, yang menjadikan
bayangan cinta semakin mesra
di antara semak kuncup yang merah
hampir-hampir merapat ke tanah
tapi nyala kelopak sempat
menjadikan bayangan cinta
lebih mesra
dan tangan-tangan cemara yang mengusap langit
lebih asyik mengagumi lambaian
satu pohon palma
jadikan bayangan cinta lebih mesra

waspadalah, waspadalah karena cinta.

4

suatu saat
bulan akan cemerlang kembali
ia cemerlang sekali

ah, bulan —,
dilingkari sepi lebih cemerlang
dari semula, ia kembali
ia kembali

bulan dan cemerlang
membakar kerat-merat dendam dan
usapan-usapan yang meredam, hilangnya
mantra sakti yang mendendangkan
lagu tidur yang membuai

waspadalah terhadap cinta —
bulan, bulan telah kembali.

PENYESALAN

mengapa justru malam itu
kau datang padaku?

dalam mimpi lembayung bugenvil
dan bayangan berhadapan, tiba-tiba nyata:
lelaki mencium gadis jangkung
mengecup jari tangannya

berdua kita tegak
salah seorang berpaling muka
engkau atau aku? mengapa?

SEKALI-SEKALI

untuk P.H.

setelah tiga hari bercinta, sudah kuduga
kata-kata tegas terang
tak akan menjelaskan
oasis di tengah padang
dan bahwa hidup dijelajahi dalam-dalam
sehingga mereka enggan kembali

dari dunia, dibatasi oleh tirai
bulu mata berkedip dan lingkar cahaya
yang tak lebih
hanya boleh menerangi bagian pipi
kesegaran mata air, kepenuhan
madu hangat-tungku
tiada lain adalah kecupanmu

siapa dia, siapa aku bila kulit
pemisah dengan ruang menghantu
hanya jadi lembab selubung karena
belai merah lembayung
mendekap muka pada dada
membenam dalam bayangan sana sini
tersingkap rahasia dan gelap

lalu terdiam temukan kata-kata kembali
terucap, tanpa ujung pangkal
sebelum lingkungan mengambil wujud lagi
betapa kejam
perpisahan setelah sama-sama mendiami
liang semesta penuh ilham
dan saingan pertanyaan:
bila bertemu kembali?
akan seperti ini?
jadi kesenyapan tanya-jawab, saat akrab
yang telah lenyap hanya didambakan
samar-samar nanti:
bunga berkelopak hitam
berkembang mendadak dalam gelap
untung, tak ada yang menyaksikan

April ‘69

2 komentar:

Anggi Hafiz Al Hakam mengatakan...

punya kumpulan lengkapnya gak? tks

Sepenuhnya mengatakan...

Kalau untuk baca yang lengkap dimana, ya?