Kamis, 24 Januari 2008

Puisi-puisi Indra Tjahyadi


AKU DAN EKSPEDISI WAKTU

Pemirsa blog yang budiman,
Kali ini saya menayangkan tiga puisi saya yang termuat dalam buku kumpulan puisi tunggal saya yang pertama Ekspedisi Waktu. Buku ini diterbitkan pertama kali oleh penerbit Atlas Publishing, pada bulan Desember, 2004. Buku ini memuat 73 puisi yang saya ciptakan dalam rentang tahun 1995 sampai dengan tahun 2004. Dalam buku ini dieditori oleh Sdr. Manaek Sinaga dan diberi pengantar oleh Dr JJ Kusni, serta diberi catatan proses kreatif oleh saya sendiri.
Semoga penayangan ini dapat memberikan manfaat bagi sekalian para pemirsa blog yang budiman. Kiranya sebegini dulu hantaran dari saya. akhir kata saya ucapkan selamat menikmati.

SETELAH MENGANTARMU

setelah mengantarmu
malam terasa begitu mencekam
detik-detik yang bergerak di dalamnya
pun terasa ikut menakutkan

dua-tiga orang berjaga-jaga
dengan perasaan curiga
membangun percakapan dengan teror
teror dan isu-isu yang dipenuhi anarkisme

ada sejumput jantung
yang berderakan, di situ

melayang-layang
dalam sergapan ngeri


tapi, sebuah kabar datang lagi
seperti membuat barisan polisi
yang berdiri di depan plaza

melahirkan peradaban
sambil menggeledah
tubuh manusia

1997.

DI SEBUAH KAFE

Di sebuah kafe yang senyap kulihat tubuhmu.
Di dinding, bayang-bayang kita yang ragu membeku.
Tapi, betapakah aku tak pernah tahu manakah yang retak
terlebih dahulu: dinding itu atau bayang-bayang kita yang
kelabu. Bahkan ketika seorang pelayan datang dan aku
biarkan sosokmu berlalu, sementara di jalanan awan perlahan
berubah mendung.

1998.

IMAJISME XII
: buat Y.A.

Kunang-kunang dan aku
menyusuri jalan-jalan
yang membentuk lingkaran
di matamu.

Tanah-tanah
mencercap seratus kisah perjalanan
dan batu-batu.

Burung-burung
berlepasan dari taufan
dan tahun-tahun
berkabut.

Segala noda hitam
menancap
di dasar
jantungku:
rasa sakit
tergila
atau ajal
yang senantiasa
memekik
dalam goa
kelam
kalbuku.

Tetapi,
demikianlah,
keperihan,
kesunyian,
keindahan,
kerinduan
dalam ingatan-ingatan
yang menafikan
gemuruh.

Seperti bau-bau
geludhuk:
keletihan
dari seorang pemabuk
yang merasa melihat bulan
sepanjang mendung.

1999-2000.

1 komentar:

aming aminoedhin mengatakan...

blognya indra gelap, segelap puisinya. tapi tak segelap orangnya. tapi penyair, memang harus tahu dunia maya, jika tidak, kata m. anis, akan tertinggal jauh
sejauh angan penyairnya.
tontok juga blognya aming, yang banyak muat kawan penyair, seniman, dan bahkan gurumu yang cantik itu. sukseslah buat indra, yang dosen, yang penyair, yang mojok di probolinggo.
salam sastra!

amingaminoedhin.blogspot.com
sang penyair