Kamis, 13 Maret 2008

Puisi-puisi Kriapur


KRIAPUR (1959-1987)

Para pemirsa blog yang budiman,
Selamat berjumpa lagi dengan saya, pemandu blog kesayangan anda. Kali ini saya akan menayangkan tiga buah puisi karya Kriapur, seorang penyair Indonesia kelahiran Solo, 6 Agustus 1959. Penyair yang sangat berbakat ini meninggal dalam usia relatif muda, 28 tahun. Ia tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas di daerah Batang, 17 Februari 1987.

Bagi Kriapur, yang bernama asli Kristianto Agus Purnomo, seorang penyair adalah seorang yang: mengembara di tengah hutan perlambang yang dihuni oleh kata-kata yang dinamainya dunia supernatural, dimana bahasa telah menjilma bangunan transendental yang megah dan mempesona. Logikanya merupakan logika yang akrobatik dan patah-patah karena logika semacam itu merupakan logika transparan tapi justru memberikan kemungkinan-kemungkinan baru yang tak terduga (1988, 12)

Tanpa banyak cingcong, bacot, dan omong lagi, langsung saja saya persembahkan tiga buah puisi karya Kriapur yang saya ambil dari bukunya Mengenang Kriapur (1959-1987) yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1988.

Akhir kata: “Selamat Menikmati!”

Puisi Kriapur

KUPAHAT MAYATKU DI AIR

kupahat mayatku di air
namaku mengalir
pada batu dasar kali kuberi wajahku
pucat dan beku

di mana-mana ada tanah
ada darah
mataku berjalan di tengah-tengah
mencari mayatku sendiri
yang mengalir
namaku sampai di pantai
ombak membawa namaku
laut menyimpan namaku
semua ada di air

Solo, 1981

AKU INGIN MENJADI BATU DI DASAR KALI

Aku ingin menjadi batu di dasar kali
Bebas dari pukulan angin dan keruntuhan
Sementara biar orang-orang bersibuk diri
Dalam desau rumput dan pohonan

Jangan aku memandang keluasan langit tiada tara
seperti padang-padang tengadah
Atau gunung-gunung menjulang
Tapi aku ingin menjadi sekedar bagian
dari kediaman

Aku sudah tak tahan lagi melihat burung-burung pindahan
Yang kau bunuh dengan keangkuhanmu —yang mati terkapar
Di sangkar-sangkar putih waktu
O, aku ingin jadi batu di dasar kali

1982

NATAL BAGI MUSUH-MUSUHKU

aku tak mampu membeli daun-daun
ini fajar dengan bangunan dari air biru
membebaskan ketaklukan diriku
dan mereka yang terus mencari kematianku
kuterima dengan doa
dan bukan lagi musuhku

Solo, 1986


1 komentar:

Sepenuhnya mengatakan...

Puisi-puisinya akan selalu dikenang :)