FRAGMEN PANDAI BESI
Harry Roesli
Lubang angin menempa kering batok kelapa sebagai
Bara yang nyala. Sebuah per baja menderita dalam
Marah yang sempurna. Gubuk bilik hitam pun merah
Gerah seperti membangun rumah dari biji keringat
Bau resah menyengat. Lalu beberapa palu melagukan
Nada pilu bertalu. Bunyi dalam nyanyi pandai besi
Yang nyeri. Berlari seperti derap kaki gerombolan
Kavaleri. Musik berisik yang menggoda para paduka
Dalam tempat yang sendiri para pandai besi seperti
Geram yang berjanji. Mata air yang terus meneteskan
Doa basah pada bukit batu. Cinta yang keras kepala
Ombak yang setia memimpikan karang menjelma pedang.
1996-1997
CAMPING
Di bawah gunung kesepian bergulung dan memuncak
Dan pada hamparan daratan kuabadikan kecemasan
Tebing batu cadas dan pinus-pinus yang mendengus
Angin mengirim cuaca sembab. Hujan tertahan awan
Dan dalam suasana temaram pohon karet berbaris
Sujud dalam sakit yang sama. Memberat ke arah
Barat. Burung-burung pun datang dan pergi dalam
Irama yang pasti. Udara seakan sendu mambatu
Dan hidup seperti tumpukan tenda yang dibangun
Dan diruntuhkan. Dan kematian berkibar pada tiang
Bendera di suatu perkemahan. Nyanyian yang rindu
Dilantunkan petualang di antara lereng dan jurang
1996
DI ANTARA BATU-BATU
Dia antara batu-batu lumut menari dalam air kali
Ganggang berenang tenang. Dan capung melayang
Bersama belalang. Anak-anak mandi di riang perigi
Nada cinta pun mengalun dibawa angin yang santun
Tapi di antara batu-batu, tubuh siapa yang setia
Dalam keramba. Patok-patok yang ditancapkan pada
Batu cadas telah membuat kandas mimpi yang bebas
Kayu dan bambu menjadi kerangkeng yang mengurung
Lagu lenggang kangkung. Dan harapan hanya pada
Hujan topan yang bisa mengirim banjir bandang
Sekaligus doa bagi kemerdekaan yang tinggal mimpi
Di keramba mungkin aku hanya ikan yang menghamba
Menanti mati tiba sambil memuja cerita nestapa
1996-1997
API UNGGUN
Malam itu tak ada kemarahan paling sempurna
Selain dingin dan gelap yang pekat. Kesepian
Mengekalkan suara burung hantu sebagai gerutu
Pinus dan trambesi mendesis dengan wajah lesi
Pada saat seperti itu, api unggunlah kerinduan
Tak tertahan itu. Panas yang mampu mencairkan
Kabut dan embun beku. Tumpukan kayu kering yang
Riang menjadi bara dan abu bagi api yang biru
Tapi, sempurnalah mimpi, rindu, dan angan-angan
Karena batu-batu tak mampu menumbuhkan nyala api
Dahan dan ranting menolak perapian. Dan gulita
Tak mencintai cahaya. Tapi memilih tanah basah
1996
GERIMIS MALAM
Gerimis malam mematahkan remang mercury
Dan bintang jadi ngeri mengulum senyum
Hanya kelelawar berani keluar. Terbang
Di antara pohon jambu batu yang kelabu
Gerimis pun memaksa setiap daun kelimis
Seperti habis keramas. Genting-genting
Mengkilap dalam gelap. Bulan pun tiarap
Bayang dan gamang menari seperti dalam
Fiksi. Mengejar tubuh lelah seperti gabah
Basah. Dan garis gerimis seakan berbaris
Membentuk barikade-barikade yang bengis
Kerangkeng yang kekal dengan lagu dingin
1996-1997
AKUARIUM
Ikankah kau yang bicara dalam kaca
Berenang dalam lampu remang
Di luar pecinta terpana pada ekormu
Yang mengundang tualang
Segera angan pun terbang pada ranjang
Pada rumah miring di atas tebing
Di bawahnya perigi mengucurkan sunyi
Dan anak sungai menyanyikan lagu nyeri
Ikankah kau yang bercanda tanpa baju dan celana
Yang memampangkan peta bagi para pengembara
Dan berjanji memberi arti sepi
Di luar bejana dadaku bergetar
Ketika bibirmu menjilat karang
dan tubuhmu bergoyang
1996
SANGLOT
Kesedihan bagaimanapun bukan harapan
Tapi biji benalu yang hinggap bersama
Burung. Dan matahari, angin, dan hujan
Mengirim gairah hidup yang baru bertahan
Dan paruh burung tak pernah mampu menolak
Makanan. Seperti juga kesedihan tak memilih
Tempat berteduh. Semua daerah baginya indah
Dan sebagai pohonan kita pun ibarat limban
Bagi segala kesedihan berjalan. Seperti kematian
Kesedihan menjelma kenyataan yang kita cintai
Mainan yang seringkali membuat takut dan bosan
1997
Rabu, 02 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar